28 Desember 2007

Menjadi Nakhoda

MEMANDANG kehidupan tak semudah mengedipkan mata. Dia itu besar, luas, serta penuh makna. Dari mana arah kita melihat, tidak cukup 360 derajat. Namun, kita dipaksa untuk memandang dan memahaminya.

Bila tidak, akan terjerat tipuannya. Bukan, bukan karena dia jahat. Kita memang terlalu meremehkannya. Seorang merasa hidup ini hanya mengendarai otak kirinya. Ia tidak peduli dengan udara sekitar yang kian mengacuhkannya. Egois, temannya bilang. Yang ia tahu hanya teori-teori memusingkan. Lama-lama batu pun kalah dan hancur oleh pikirannya.

Semakin ia mengetahui suatu hal, semakin jauh ia dari Pemiliknya. Kata iman pun hanya sekedar titipan yang seolah tak sabar ia kembalikan. Bahkan, rasa simpati pun memudar dari wajah sayunya. Atmosfir dirasa ganas, ia pun balik melawannya. Gila! Padahal Pemiliknya tak menginginkannya.

Sombong ia! Setelah itu dari mana ia mendapatkan nyawa kehidupan lagi? Bukankah dari atmosfir itu? Lalu apa yang ia sumbangkan bagi mereka? Tak ada. Kepalanya semakin atas memandang langit-langit yang semakin tak terlihat ujungnya. Tangannya tak pernah menunduk seolah tak mengacuhkan gravitasi bumi.

Saat itu, ia teringat teman satu-satunya yang ia miliki. Ia mulai bertukar pikiran bersamanya. Teman itu selalu peduli pada dirinya. Ajaib! Ia mulai menyadari kesalahan-kesalahan yang
ia perbuat. Temannya mulai memasukan uraian-uraian yang panjang dan lebih rumit dari teori-teori yang dulu ia pelajari dengan sangat mudah. Teori baru yang ia dapatkan sangat
berbeda dengan teori terdahulu.

Teori ini minta diaplikasikan bukan hanya dihapal untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Uraian itu mengingatkan pada potongan-potongan kehidupan
sekitar. Tak jauh. Memahami bukan berarti menatapnya dalam-dalam tanpa berkedip sedikitpun. Namun, rasakan napasnya, siramlah ia dengan air mawar yang akan mengharumkannya, sayangilah atmosfir di sekitarnya.

Walaupun sulit beberapa orang pikir dan mungkin waktu yang diperlukan pun lama. Evolusi.
Terbangkanlah keegoisannya itu. Jadikanlah diri selalu ada dalam bayang- bayang Pemilik kita, walaupun ujiannya lebih sulit dari pada ujian matematika atau fisika! Jangan mau jadi perahu yang dikendalikan air, berusahalah agar kita jadi nahkoda bagi perahu kita!***

Lisma NWB (mantan Presiden Kirlistik SMA Al Muttaqin)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Halo, Lisma? Gimana kabar LSS-ITB sekarang? Sudah bisa Cianjuran, katanya...

Zill