13 Januari 2008

Kekerasan, No Way!

KEKERASAN di sekolah sudah bukan hal yang aneh lagi. Di Kota Tasikmalaya terbilang sering terdengar. Tempo lalu saja, ada korban di sebuah eskul Pecinta Alam SMKN 2 Tasikmalaya. Sang korban tampak trauma, saat dirawat di RSUD.

Menurut Busrol Karim, salah seorang aktivis mahasiswa STISIP Tasikmalaya, tindakan kekerasan sangat merugikan. Ia menyayangkan kekerasan bisa terjadi di lingkungan dunia pendidikan.

"Kekerasan tak boleh terjadi di sekolah," katanya saat ditemui tim reporter Saba Sakola di kampus STISIP, Sabtu (12/1). Seharusnya, kata dia, pembimbing selalu mengawasi dan membimbing eskul selama melakukan aktivitas, baik di dalam maupun di luar sekolah. Namun ia memaklumi, usia muda acapkali berada dalam kondisi labil. "Ada gedebur emosi untuk mendapatkan sesuatu, keinginan untuk memberontak," imbuhnya.


Kondisi lain yang memicu adalah faktor nafsu kuasa. Busrol mengungkapkan, para senior cenderung merasa lebih berkuasa ketimbang junior. Nafsu kuasa itu kadang-kadang diterjemahkan dengan kekerasan. Unjuk kekuasaan yang akhirnya menjadi tradisi saat ada inisiasi, prosesi masuk menjadi anggota organisasi.
Jalan keluarnya, kata dia, musti ada komitmen bersama antara lembaga sekolah, organisasi intra sekolah, dan eskul, agar tidak memberi peluang untuk praktik kekerasan. No kekerasan.

Fynesta (SMAN 2 Tasikmalaya)
Dea Sarah P (SMAN 2 Tasikmalaya)
Vian Sulastri (SMAN 3 Tasikmalaya)

Tidak ada komentar: